Indonesia, Misteri - Saat ini Saya , melakukan investigasi ke tempat-tempat angker lagi booming banget. Namun, Saya sudah pernah lebih dulu melakukannya, dulu, tahun 2012. Waktu itu, Saya ke Lubang Buaya di daerah Jakarta Timur. Ini merupakan situs sejarah penuh tragedi yang kemudian berubah jadi museum nan angker.
Awalnya sih pengin ke sana malam-malam, tapi lantaran bentrok sama peraturan, akhirnya mau tidak mau dilakukan siang hari. Meskipun begitu, bukan berarti tidak ada hal ganjil yang terjadi.
Saya tiba di Museum Pancasila Sakti, yang berada di kawasan Lubang Buaya, saat matahari sedang naik-naiknya, sekitar jam satu siang. Gedung ini terbagi jadi dua: gedung baru dan gedung lama.
Suasana di dalamnya sepi, hanya ada beberapa orang penjaga parkir. Setelah bayar tiket masuk, Saya memutuskan untuk menjelajah bagian luar.
Buat yang belum pernah ke sana, lokasi museum ini terbagi jadi tiga bagian. Pertama, bagian luar yang berisi prasasti dan diorama tragedi penculikan 7 jenderal pada tahun 1965, ada juga kendaraan milik jenderal dan truk pengangkut para korban, lalu sekumpulan instalasi potongan sejarah dari awal pemberontakan PKI sampai kejadian penculikan.
Dari pintu masuk, Saya belok kiri ke arah bagian lapangan dan Lubang Buaya yang konon jadi tempat pembuangan mayat para jenderal. Ternyata saat itu, Saya tidak sendiri. Ada beberapa rombongan anak sekolah, tapi karena tempatnya besar jadi tetap terlihat lengang. Pada bagian lapangan ini, konon kalau malam terlihat penampakan tentara tanpa kepala Dan ada yang Pegang Pistol juga , baris berbaris seakan mau pergi Untuk berperang Saja .
Rasa penasaran Saya menguat ke arah diorama yang menceritakan bagaimana suasana interogasi para jenderal sebelum Saat dieksekusi. Ada yang tidak beres dengan diorama ini, siang hari saja sudah telihat menyeramkan. Kadang, entah mengapa, Saya merasa mata mereka bergerak mengintip.
Konon, pada malam hari, patung-patung pada diorama ini bergerak, dan audio yang diambil dari film Pemberontakan PKI sering terdengar. Hal ini masuk akal ketika kita melihat langsung ke lokasi yang begitu tenang dan rindang oleh pohon-pohon besar, namun membuat kita merasa memasuki dunia lain.
Meski tidak bisa melihat makhluk halus, Saya cukup sensitif dengan kehadiran mereka. Dan selama berada di sana, Saya merasakan keberadaan mereka begitu kuat. Maklum, tempat dengan aura paling tinggi ada di lokasi tragedi nahas itu terjadi. Ya, di sanalah semuanya terjadi
Para jenderal diikat, lalu disiksa sambil diinterogasi. Kemudian, mereka dibunuh dengan cara ditusuk bayonet atau dipukul pakai mortir hingga cedera berat dan mati kehabisan darah. Saat melihat langsung Lubang Buaya, Saya sempat mencium bau anyir darah. Tidak terlalu lama, tapi kuat untuk menguatkan firasat ada sesuatu yang diam-diam mengikuti. Saya berusaha untuk tenang, seperti segerombolan muda mudi yang berada dekat Saya. Tapi ternyata kejadian selanjutnya semakin ganjil.
Dari lokasi Lubang Buaya, Saya melanjutkan ke sebuah rumah yang diduga milik salah satu pemberontak. Rumahnya kecil,
terdiri dari ruang tamu, satu kamar tidur kalau tidak salah, dan dapur umum yang terpisah dari rumah utama.
Saya masuk ke sana diikuti dua orang, seorang pria dan wanita. Mereka menguntit di belakang ketika Saya melihat-lihat ke dalam kamar dan dapur. Di bagian dapur dekat pintu keluar dan tungku tua, ada sebuah ruangan kecil dan agak gelap. Di sana, terdapat tumpukan genteng tanah liat yang konon genteng asli rumah tersebut.
Saya melihat ke belakang, dua orang itu tersenyum. “Rumahnya kecil ya,” kata si pria. Saya balas senyum.
Saya pun jongkok untuk melihat tumpukan genteng lebih dekat, dua orang itu jalan mendahului Saya dan melihat-lihat bale bambu yang ada di sebelah kanan ruangan. Beberapa detik kemudian, Saya bangun dan menoleh, keduanya menghilang. Sekian detik kemudian, Saya sadar kalau Saya sendirian berada di sana. Ketika itu juga, tengkuk serasa ditempel es hingga membuat seluruh tubuh bergidik. Padahal, ruangannya tertutup, tidak ada pintu lain selain pintu dekat tungku tua.
Saya panik, coba memeriksa ruang tengah, kosong. Periksa ke kamar, kosong juga. Lalu ke mana dua orang itu? Sedangkan di belakang tidak ada pintu. Lalu, Saya mendengar suara tawa pelan dari arah dapur, yang mana kosong melompong. Berasa merinding lagi, sampai akhirnya Saya memutuskan untuk keluar. Firasat Saya bilang kalau mereka itu bukan manusia. Mungkin saking banyaknya makhluk halus berkeliaran, Saya sampai lengah membedakan mana manusia, mana jadi-jadian.
Lantaran takut, Saya memutuskan untuk pulang. Tapi kemudian Saya menahan diri, investigasi ini belum usai. Masih ada dua gedung yang harus Saya cek. Niatan untuk pulang akhirnya gugur, sambil berdoa, Saya melangkahkan kaki menuju dua gedung tersebut. Entah apa lagi yang menunggu di dalam sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.